25 September, 2023

PARA WIRA PRADANGGA MUDA


Bram Palgunadi





Bulan Juli, 2023, bolehlah disebut sebagai awal kembalinya geliat kegiatan kesenian dan kebudayaan di Kampus ITB, setelah nyaris tiga tahun, seluruh kegiatan di kampus ini dihentikan secara total, dan kampus dinyatakan ditutup untuk hampir seluruh kegiatan. Semua itu, gara-gara merebaknya pandemi Covid-19. Kegiatan extra kurikuler mahasiswa ITB, pada hampir semua semua unit, nyaris terpapar dampaknya. Nyaris tak ada kegiatan, dan bahkan bisa jadi bubar, dan lenyap dari peredarannya di kampus ITB. Bahkan sampai sekarangpun, sejumlah ruang sekretariat unit-unit itu masih banyak yang tampak kosong, berdebu, tak berpenghuni, dan sama sekali tak ada kegiatan apapun.

Unit kegiatan extra-kurikuler mahasiswa PSTK-ITB (Perkumpulan Seni Tari dan Karawitan Jawa - Institut Teknologi Bandung), jelas juga terpapar efek Pandemi Covid-19 yang parah itu. Bahkan, pada akhir tahun 2022, menjelang tahun 2023, tak ada lagi anggota dan pengurusnya. Jadi, sebenarnya unit PSTK-ITB itu dalam situasi dan kondisi seperti itu, secara de facto dan secara de yure; bisa dikatakan sudah bubar. Begitulah kenyataannya.

Lalu, entah bagaimana awal-mulanya, tiba-tiba saja saya mendapat pertanyaan dari sejumlah alumni ITB, anggota PSTK-ITB, yang bergabung pada suatu grup WA (Whats App). Mereka bertanya tentang bagaimana kondisi gamelan dan wayang PSTK-ITB. Mendapat pertanyaan seperti itu, sudah barang tentu saya tak bisa menjawab, karena selama nyaris tiga tahun, tak pernah ke Kampus ITB. Tetapi, beruntungnya, saya bisa menghubungi seorang dosen ITB, yang kebetulan menjadi Pembina Unit PSTK-ITB, yaitu Mas Getbogi. Dari beliaulah, saya memperoleh informasi agak lengkap tentang kondisi PSTK-ITB yang bisa dibilang sangat parah, dan malah dinyatakan nyaris sudah bubar; karena tidak ada lagi anggota dan pengurusnya yang aktif.

Keberuntungan kedua, ternyata menyambangi PSTK-ITB. Entah dari mana awal mulanya, menurut Mas Getbogi, ada seorang mahasiswa yang juga entah bagaimana awal-mulanya, tiba-tiba saja bersedia 'madeg sureng driya' (berdiri dengan gagah berani), mengambil tanggung-jawab, menjadi calon ketua baru PSTK-ITB, perioda tahun 2023 - 2024. Namanya, Mas Vito. Saya mendapat nomor telepon Mas Vito, dari Mas Getbogi. Tak menunggu waktu, saya langsung menghubungi Mas Vito. Saat saya telepon, ternyata Mas Vito sedang ikut Festival Macapat, di Sura-Baya. Berdasar pertemuan melalui telepon itulah, saya dan Mas Vito, bersepakat untuk melakukan pertemuan lanjutan di Ruang Latihan Bersama (RLB), PSTK-ITB, yang lokasinya di lantai bawah, Gedung Campus Center ITB, sisi barat. Pertemuannya direncanakan pada bulan depan, yaitu pada awal bulan Juli, 2023.




Ini adalah pertemuan pertama, bersama Mas Vito dan Mbak Vina. Selepas mengatur strategi, lalu menyempatkan diri untuk melantunkan tembang.


Pertemuan pertama kali, dilakukan pada awal bulan Juli, 2023, di Ruang Latihan Bersama (RLB), PSTK-ITB. Pertemuan itu berlangsung bertiga, saya, Mas Vito, dan Mbak Vina. Ternyata Mbak Vina adalah mantan ketua PSTK-ITB perioda tahun 2021-2022. Dari pertemuan bertiga itulah, disepakati untuk menjalankan suatu strategi, guna menghidupkan kembali unit PSTK-ITB, yang saat itu boleh dikatakan sudah tiada. Lalu disepakati juga untuk berusaha mengumpulkan pada mantan anggota PSTK-ITB sedapatnya. Begitulah kisah ringkasnya.

Pada hari itu itu juga, selepas pertemuan yang mendiskusikan strategi untuk menghidupkan kembali unit PSTK-ITB, saya menyempatkan diri untuk memainkan Ricikan Gender Pambarung, Laras Slendro kesukaan saya. Sudah agak berdebu, karena nyaris tiga tahun tak ada yang memainkannya. Lalu, saya tanya kepada Mas Vito, apakah dia bisa melantunkan tembang Macapat tertentu. Lalu, dicoba untuk melantunkan Tembang Pucung, dalam gaya 'biasa', menggunakan nada 'mayor' yang lazim ditembangkan orang. Lalu, saya menimpalinya dengan Tembang Pucung juga, tetapi dalam gaya Pesisir, yang menggunakan nada 'minor'. Tak menunggu lama, saya segera menyempatkan diri untuk merekam pertemuan luar biasa hari itu. Saat itu, Mbak Vina berbaik hati, berperan sebagai operator kamera video. Ia yang melakukan proses rekaman video. Dan ini, merupakan rekaman pertama, yang dilakukan, selepas PSTK-ITB disepakati untuk 'dihidupkan kembali'.


Peresmian 'hidup kembalinya PSTK-ITB', diramaikan dengan makan nasi tumpeng bersama.


Hari-hari pertama latihan karawitan wayangan dan Tembang Suluk Pesisir, mulai dilakukan pada minggu kedua bulan Juli, tahun 2023.


Seminggu kemudian, atau minggu depannya, tepat pada pertengahan bulan Juli, 2023, latihan pertama dilaksanakan di RLB. Saya mempersiapkan materinya, sementara Mas Vito dan Mbak Vina mempersiapkan orang yang hendak dilatih. Ini merupakan masa yang cukup rumit, sulit, dan susah; karena bersamaan dengan waktu latihan, ternyata banyak kegiatan mahasiswa, terutama dalam rangka penerimaan mahasiswa baru. Jadi, peserta latihan karawitan  wayangan dan Tembang Suluk Pesisir, tak bisa berlangsung efektif, karena pesertanya cenderung berganti-ganti terus. Tetapi, latihan tetap dijalankan secara rutin dan konsisten, meskipun pesertanya  tidak selalu lengkap. Malah, banyak tidak lengkapnya.

Lalu tiba-tiba saja datang undangan permintaan untuk tampil, pada pagelaran wayang kulit purwa, yang akan dilaksanakan oleh para alumni ITB anggota lama PSTK-ITB, yang kebanyakan umurnya sudah lewat 50 tahun, dan kebanyakan sudah pensiun. Waktunya mepet banget. Saya mempersiapkan materi yang akan ditampilkan. Setelah dipertimbangkan, akhirnya dipilihkan empat materi. Sederhana, pendek, dan khas wayangan saja. Karena hanya diberi waktu sekitar 20 menit; sebagai pembuka awal pagelaran wayang.


Pada pertemuan berikutnya, sudah ada Mbak Ayu, dan ada juga 'satbanpur' (satuan bantuan tempur), Mas Lukman Samboja, dan belakangan juga ada Mas Deni Kartika.


Latihan dijadikan dua kali dalam satu Minggu, yaitu hari Sabtu dan hari Minggu. Masing-masing dimulai dari jam 10:00, resminya sampai sekitar jam 14:00. Tetapi, nyatanya sering lebih, bahkan sampai sore. Sampai dengan hari pagelaran, hanya tersedia sekitar delapan kali latihan. Ini perhitungan yang sebenarnya tidak masuk akal. Karena para pesertanya tak ada yang sebelumnya pernah memainkan karawitan khas wayangan. Apalagi dilengkapi dengan Tembang Suluk Pesisir. Karenanya, saya lantas menyebut kelompok mereka itu sebagai 'wira pradangga'. 'Wira', artinya: berani, gagah berani. Sedangkan 'pradangga', artinya: penabuh ricikan gamelan, sama artinya dengan 'nayaga', 'wiyaga', 'yaga', atau 'pangrawit'. Jadi, arti lengkapnya, adalah 'penabuh gamelan yang berani'. Tetapi, sebutan lengkapnya adalah 'wira pradangga mudha'. Istilah 'mudha', artinya: muda, belia, masih belia. Maka arti sebutan lengkapnya, adalah 'para penabuh muda ricikan gamelan yang berani'.




Bantuan tempur lain, datang dari sahabat-sahabat lama saya, Mbak Bunga Dessri Nur Ghaliyah, Mbak Winda, dan Mas Raden Bangun, Mas Deni Kartika, dan Mas Lukman Samboja.


Begitulah sebutan untuk mereka. Para pemain ricikan gamelan yang masih muda belia ini, memang harus diacungi jempol saja. Bukannya apa-apa, karena untuk bisa memainkan seluruh materi itu, kalau secara normal, biasanya diperlukan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Dan, tak semua orang berani tampil, dengan hanya berbekal delapan kali latihan, apalagi dari nol besar. Penampilan pertama mereka, terjadi pada hari Minggu pagi, jam 09:00, tanggal 20 Agustus 2023, di Gedung Aula Barat, ITB, sebagai pembuka acara pagelaran wayang kulit purwa, yang dilaksanakan oleh para alumni ITB, anggota lama PSTK-ITB.


Tidak ada komentar:

PATHET: PENJELAJAHAN MANUSIA SAAT MENITI KEHIDUPAN DAN WAKTU

  Bram Palgunadi Ya betul. Memang kenyataannya, ada hubungan yang amat sangat erat, antara kehidupan manusia dan waktu; dengan 'pathet...